Menemukan
Pokok-pokok Isi Sambutan/khotbah
Menemukan pokok-pokok isi sambutan/khotbah
Sambutan merupakan jenis pidato yang disampaikan secara
tertulis atau lisan. Sambutan biasanya disampaikan oleh orang tertentu karena
jabatan atau kedudukannya. Sebagaimana pidato, sambutan juga terdiri dari tiga
bagian yaitu: pendahuluan, isi, dan penutup.
Pendahuluan (pembukaan), berisi:
Pendahuluan (pembukaan), berisi:
1.
Salam pembuka
2.
Ucapan syukur kepada Tuhan
3.
Ucapan terima kasih
4.
Tujuan
5.
Isi
6.
Latar belakang materi atau
permasalahan
7.
Uraian materi pokok (uraian mengenai
tujuan dan isi kegiatan)
8.
Penutup
9.
Simpulan
10.
Harapan-harapan
11.
Permohonan maaf
Langkah-langkah untuk mengubah pokok-pokok isi
sambutan/khotbah menjadi informasi yang berbentuk paparan, antara lain:
1.
Menemukan pokok-pokok isi sambutan/khotbah.
2.
Menghubungkan pokok-pokok isi
sambutan/khotbah tersebut dengan konjungsi atau kata penghubung yang tepat.
3.
Mengembangkan pokok-pokok isi
sambutan/khotbah dalam beberapa kalimat.
4.
Abaikan peringatan
Langkah-Langkah
Menemukan / Menyampaikan Topik Artikel
Anda dapat
menemukan artikel di koran atau majalah. Artikel merupakan bentuk karangan yang
membahas berbagai masalah. Masalah yang dibahas dalam artikel masalah yang
aktual. Artikel menyajikan informasi bagi pembaca. Artikel berbentuk karangan
deskripsi atau eksposisi. Dengan membaca artikel, Anda diharapkan mengerti
masalah yang dibahas.
Untuk menemukan topik artikel diperlukan langkah-langkah sebagai berikut.
Untuk menemukan topik artikel diperlukan langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Membaca
dan memahami artikel secara utuh.
2.
Mencatat pokok-pokok isi artikel. Pokok-pokok
isi artikel merupakan sesuatu hal yang dibahas.
3.
Mencatat
topik dan pokok permasalahan yang dibahas dalam artikel.
4.
Memberikan pendapat atau uraian beserta alasan
terhadap topik yang ditemukan.
5.
Menyampaikan secara lisan topik artikel yang
dibaca dengan alasan perlunya membaca artikel tersebut.
1.
Paragraf Induktif (Khusus-Umum)
Paragraf induktif (Khusus-Umum) yaitu paragraf yang dimulai dengan menyebutkan pernyataan khusus yang berupa kalimat penjelas untuk menuju pada kesimpulan umum yang berupa kalimat utama.
Contoh paragraf induktif:
"Sarana penghubung juga dibangun. Jalan-jalan dan jembatan juga di perbaiki. Salah satu jembatan yang membuat takjub pemerintah pusat adalah jembatan di atas Sungai Opak yang menghubungkan Kelurahan Kepuharji. Jembatan yang di bangun secara gotong royong itu hannya memerlukan biaya 5 juta rupiah. Padahal, taksiran pemerintah adalah rebesar 15 juta rupiah. Ternyata gotong royong sudah menjadi pola kehidupan masyarakat desa."
Dalam paragraf induktif terdapat tiga pola pengembangan, yaitu:
a. Generalisasi, yaitu paragraf yang dimulai dengan mengemukakan peristiwa khusus, kemudian diikuti dengan kesimpulan secara umum. Dalam pengembangan generalisasi diperlukan fakta.
Contoh pola generalisasi:
"Kursi dan meja tertata dengan rapi, kaca jendela bereri, dan lantainya selalu dalam keadaan bersih. Papan tulis kelas selalu dibersihkan. gambar-gambar yang ada menambah suasana lebih kondusif. Ruang kelas XI memang kelas idaman semua siswa dan guru."
b. Analogi, yaitu paragraf yang dikembangkan dengan cara membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki beberapa kesamaan/kemiripan.
Conton pola analogi:
"Sapi, kucing, dan kambing termasuk binatang menyusui. Sebagaimana jenis binatang lainnya, binatang-binatang tersebut memerlukan air untuk keperluan hidupnya. Berbagai tumbuhan seperti padi, jagung, tumbuhan, ataupun bunga juga memerlukan air. Jadi, binatang, tumbuhan, dan manug sangat memerlukan air."
c. Kausar (sebab akibat)
, yaitu paragraf yang dikembangkan dengan cara mengawali/menempatkan fakta sebagai sebab, kemudian menempatkan kesimpulan sebagai akibatnya, atak sebaliknya.
Contoh pola Kausal (sebab akibat):
"Kegagalan ginjal disebabkan oleh merosotnya fungsi ginjal akibat peningkatan kepekaan serum kreatinin yang disertai berkurangnya urine. Ini berlangsung spontan dan cepat. Tak heran jika penderita gagal ginjal harus berpacu dengan waktu demi menyelamatkan diri."
2. Paragraf Deduktif (Umum-Khusus)
Paragraf Deduktif (Umum-Khusus), yaitu paragraf yang dimulai dengan menyebutkan pernyataan umum yang berupa kalimat utama, kemudian diikuti oleh pernyataan khusus yang berupa kalimat penjelasan. Jadi, paragraf deduktif yaitu parangraf yang menempatkan gagasan di awal paragraf.
Contoh paragraf deduktif:
"Program tertib lalu lintas menjadin keselamatan pengguna jalan. Dengan mematuhi
Paragraf induktif (Khusus-Umum) yaitu paragraf yang dimulai dengan menyebutkan pernyataan khusus yang berupa kalimat penjelas untuk menuju pada kesimpulan umum yang berupa kalimat utama.
Contoh paragraf induktif:
"Sarana penghubung juga dibangun. Jalan-jalan dan jembatan juga di perbaiki. Salah satu jembatan yang membuat takjub pemerintah pusat adalah jembatan di atas Sungai Opak yang menghubungkan Kelurahan Kepuharji. Jembatan yang di bangun secara gotong royong itu hannya memerlukan biaya 5 juta rupiah. Padahal, taksiran pemerintah adalah rebesar 15 juta rupiah. Ternyata gotong royong sudah menjadi pola kehidupan masyarakat desa."
Dalam paragraf induktif terdapat tiga pola pengembangan, yaitu:
a. Generalisasi, yaitu paragraf yang dimulai dengan mengemukakan peristiwa khusus, kemudian diikuti dengan kesimpulan secara umum. Dalam pengembangan generalisasi diperlukan fakta.
Contoh pola generalisasi:
"Kursi dan meja tertata dengan rapi, kaca jendela bereri, dan lantainya selalu dalam keadaan bersih. Papan tulis kelas selalu dibersihkan. gambar-gambar yang ada menambah suasana lebih kondusif. Ruang kelas XI memang kelas idaman semua siswa dan guru."
b. Analogi, yaitu paragraf yang dikembangkan dengan cara membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki beberapa kesamaan/kemiripan.
Conton pola analogi:
"Sapi, kucing, dan kambing termasuk binatang menyusui. Sebagaimana jenis binatang lainnya, binatang-binatang tersebut memerlukan air untuk keperluan hidupnya. Berbagai tumbuhan seperti padi, jagung, tumbuhan, ataupun bunga juga memerlukan air. Jadi, binatang, tumbuhan, dan manug sangat memerlukan air."
c. Kausar (sebab akibat)
, yaitu paragraf yang dikembangkan dengan cara mengawali/menempatkan fakta sebagai sebab, kemudian menempatkan kesimpulan sebagai akibatnya, atak sebaliknya.
Contoh pola Kausal (sebab akibat):
"Kegagalan ginjal disebabkan oleh merosotnya fungsi ginjal akibat peningkatan kepekaan serum kreatinin yang disertai berkurangnya urine. Ini berlangsung spontan dan cepat. Tak heran jika penderita gagal ginjal harus berpacu dengan waktu demi menyelamatkan diri."
2. Paragraf Deduktif (Umum-Khusus)
Paragraf Deduktif (Umum-Khusus), yaitu paragraf yang dimulai dengan menyebutkan pernyataan umum yang berupa kalimat utama, kemudian diikuti oleh pernyataan khusus yang berupa kalimat penjelasan. Jadi, paragraf deduktif yaitu parangraf yang menempatkan gagasan di awal paragraf.
Contoh paragraf deduktif:
"Program tertib lalu lintas menjadin keselamatan pengguna jalan. Dengan mematuhi
ketertiban lalu
lintas, setiap pengguna jalan merasa nyaman. Resiko kecelakaan pengguna jalan
relatif lebih rendah. Polisi pengatur lalu lintas pun tidak harus dipusingkan
oleh pengguna jalan yang sering melanggar aturan.
Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih
dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu
memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan).
Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal
penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1. Membantu pembaca (publik) yang belum
berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya
buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku
sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan
penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis
keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip
yang tidak jelas juntrungnya.
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang
diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat
buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai
buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau
dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat
buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi
terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan
pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam
pelan “Oooo buku ini begini…. begitu” setelah membaca karya resensi.
3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku
tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan
informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar
atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari
pemberitaan media tak jadi soal.
4. Mengetahui perbandingan buku yang telah
dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis.
Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi
buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang
telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain
yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi
atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan
selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu
dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya.
Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya
peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak
sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa
dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau.
Diantaranya;
A. Tahap Persiapan
1.
Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai
hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih
baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat
atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang
sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau
melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara
apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan
seorang tukang sayur.
2.
Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan
dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil
kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak
yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama
(yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan
honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal
personal).
3.
Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai
buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
·
Judul Karya Resensi
·
Judul Buku
·
Penulis
·
Penerbit
·
Harga
·
Tebal
B. Tahap
Pengerjaan
1.
Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting.
Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca
biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang
peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi
buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa
penting yang terdapat dalam buku tersebut.
2.
Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi
buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung
beberapa hal;
a.
Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
b.
Tentukan judul yang
menarik dan “provokatif”.
c.
Membuat ulasan
singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
d.
Memberikan
penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah
sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga
bisa membantu publik menilai sebuah buku.
e.
Menonjolkan sisi
yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
f.
Mengulas manfaat
buku tersebut bagi pembaca.
g.
Mengkoreksi
karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran
resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa,
tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
C. Tahap
Publikasi
1. Karya
disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media
berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media
yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2. Menyertakan
cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan
karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan
sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering
dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya
kita oleh redaktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar